Saat Ajal Telah Tiba
Saat Ajal Menjemput
Sesungguhnya manusia pasti melalui iring-iringan kematian. Mengingat akhir kehidupan yang pasti akan datang, waktu yang sudah Allah takdirkan buat bani Adam. Waktu kematian, ketika seorang tiran menjadi hina, pendurhaka tertunduk lesu, pemberontak menjadi urung dan sang pendosa bertobat.
Saat kematian adalah saat yang memilukan, sama-sama dialami oleh raja dan rakyatnya, atasan dan bawahan, si kaya dan si miskin.
Dalam artikel ini, kami sertakan beberapa kisah mengenai sakaratul maut. Semoga kita bisa mengingat peristiwa yang tak akan bisa kita hindari ini. Betapa pun panjang usia, betapa asyiknya kita dengan masa muda dan kesehatan badan, kita tetap akan mengalaminya. Walaupun kita memiliki limpahan harta benda dan tingginya tahta.
Saat yang membuat kita lupa pada masa lalu itu pasti akan kita lalui, saat yang membuat seseorang teringat perhitungannya dengan Allah. Apa yang sudah dibuatnya? Apa yang sudah dipersembahkan? Kemana ia gunakan waktu yang habis untuk ngobrol sana-sini? Bersenda-gurau dan main-main? Atau bergaul dengan orang-orang tidak baik?
Kalaulah ada orang yang lolos dari saat kematian ini, mestilah Nabi Muhammad saw. lolos. Tapi beliau, demi Allah, tidak!. Beliau melewati saat yang juga dilewati oleh insan lain, beliau menerima saat kematian dengan lapang dada karena beliau telah beramal dengan baik untuk Allah swt.
Imam Bukhari dan imam muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah, ketika beliau sekarat, mengambil khamisah (secarik kain) dan menaruhnya di wajah beliau karena parahnya kondisi yang beliau hadapi. Lalu Beliau berdoa, "Laa ilaaha illallah ... laa ilaaha illallah. laa ilaaha ilallah ... Sungguh kematian itu amat pedih. Ya Allah, bantulah aku menghadapi sakaratul maut. Ya Allah, ringankanlah sakaratul maut ini buatku."
Aisyah menuturkan, "Demi Allah, beliau mencelupkan kain itu kedalam air lalu meletakkannya di atas wajah beliau seraya berdoa;
"Ya Allah, Bantulah aku menghadapi sakaratul maut.".
Beliau melanjutkan, "Justru (aku menginginkan kembali ke pangkuan) teman tertinggi... justru teman tertinggi ... justru teman tertinggi ..."
Para sahabat berkomentar, "Beliau berucap demikian karena diberi dua pilihan: diperpanjang usianya atau bertemu Tuhannya." Karena itu beliau memohon, "Justru teman tertinggi..." Yakni dia ingin bertemu sekarang. "Aku ingin segera meninggalkan dunia ini... aku ingin meninggal saat ini." Sebab beliau tahu, betapa pun panjangnya usia dan jauhnya ajal, beliau tetap akan mengalami peristiwa kematian ini.
Musa as berdoa, "Wahai Tuhanku, saya ingin berumur panjang."
"Musa, pilihlah sesukamu!" Jawab Allah swt.
Lalu malaikat maut datang untuk mencabut nyawa Musa as setelah usia panjang itu. Tapi, Musa malah memukulnya dan membutakan matanya. Malaikat maut kembali kepada Allah dan mengadu, "Tuhan, Engkau mengutusku kepada seorang hamba yang tidak ingin mati, ia justru mencongkel mataku."
Allah pun mengembalikan mata malaikat maut seperti sedia kala. Kemudian malaikat maut kembali kepada Musa as. untuk mencabut nyawanya. "Musa beranganlah usia panjang sesukamu!"
"Lalu?" Musa bertanya.
"Lalu, kamu akan mati."
Nuh as. ditanya Sebelum meninggal, "Bagaimana pandanganmu tentang kehidupan setelah engkau menjalani umur yang panjang ini?"
"Saya seperti memasuki sebuah rumah yang memiliki dua buah pintu. Masuk dari pintu yang satu dan keluar lagi melalui pintu yang lainnya." Jawab Nuh as.
Itulah sebabnya Abu atahiyah bersyair:
"Hai orang yang malang, tangisilah dirimu bila kamu menangis
Sungguh, sekalipun diberi umur usia Nuh kamu tetap akan mati."
Para penulis buku-buku Sirah meriwayatkan bahwa ketika Abu Bakar ra sekarat. Putri beliau (Aisyah) datang menemui beliau dan menangisinya lama sambil memandang ayahnya.
"Oh, Ayahanda! Jika demikian, berarti benar apa yang dikatakan penyair : 'Sungguh! Tidak berguna kekayaan ketika nafas tersengal dan dada sesak.' "
"Penyair itu bohong!" kata Abu Bakar ra. sambil menoleh kepada Aisyah, "Allah-lah yang benar dengan Firman-Nya "Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang dahulu hendak kamu hindari." (Qs. Qaaf : 19)
Umar Ibnul Khattab menemui kaum Muslimin pada hari Jumat. Ia memimpin salat jamaah. Ketika khotbah, ia menangis dengan keras dengan berkata, "Wahai manusia, aku bermimpi melihat seekor ayam kalkun mematuk tiga kali. Mimpi ini ku ceritakan kepada Asma binti Umais al-Khats'amiyyah, istri Ja'far. Ia memberitahu bahwa aku akan ditusuk oleh seorang pria dari kalangan bekas budak dengan tiga kali tusukan. Bila memang itu yang terjadi, Allah-lah yang menjadi pengganti ku mengurus sekalian. Aku juga berwasiat agar kalian bertakwa kepada Allah. Kutitipkan kalian kepada Allah, yang titipannya tak pernah hilang." Lalu Umar pun turun.
Waktu subuh hari sabtu, ia kembali shalat berjamaah. Ia mempunyai kebiasaan membaca surah Yusuf. Ia pun memulai bacaan dari awal surah. Sesampainya pada firman Allah yang bercerita tentang Ya'qub, "Dan kedua matanya menjadi putih Karena sedih. Dia diam menahan amarah (terhadap anak-anaknya." (QS. Yusuf : 84) ia menangis hebat dan menghentikan bacaan. Makmum dibelakang pun ikut menangis.
Lalu ketika ruku, Abu Lu'lu'ah Al majusi, maju dengan sebilah belati yang digenggamnya dan menusuk Umar ra sebanyak tiga kali. Ketika ditusuk Umar ra berseru, "Allahu Akbar... Allahu Akbar... Allahu Akbar..." sebelum jatuh tersungkur di mihrab, sebagai syahid di jalan Allah.
Lalu Abdurrahman bin Auf maju menyempurnakan rokaat kedua dengan suara terisak-isak karena ia tahu bahwa Amirul Mukminin, Umar Ibnul Khattab mungkin sudah pergi dari kehidupan dunia ini.
Sementara itu Abu Lu'lu'ah lari dan menyabetkan pisaunya kesana-kesini, mengakibatkan tiga belas orang jatuh menjadi korban. Tujuh orang diantaranya meninggal dan enam orang yang lain luka-luka.
Ibnu Abbas maju seraya berucap pada Umar yang berada di pembaringan menjelang meninggal. "Salam untukmu, wahai Amirul Mukminin."
" Saya bukan lagi Amirul Mukminin," potong Umar, "Hari ini saya sudah menjadi penduduk akhirat!"
"Salam untukmu, wahai Abu Hafs." kata Ibnu Abbas lagi, "Demi Allah, engkau telah masuk Islam dan keislaman mu merupakan kemenangan bagi Allah, Rasul Nya dan kaum Mukminin. Engkau telah hijrah dan hijrahmu adalah penaklukan. Engkau telah memangku khilafah dan pemerintahan mu adalah keadilan."
Mendengar kata-kata ini, tangis Umar meledak. "Menjauhlah Ibnu Abbas. Demi Allah, aku berharap bisa meninggalkan dunia ini tanpa membawa apa-apa tidak berhutang dan tidak berpiutang."
Kemudian Ali bin Abi Tholib yang maju. "Salam untuk engkau, wahai Abu hafs. Demi Allah, sungguh telah ku dengar Rasulullah SAW semasa hidup, bercerita, "Aku datang bersama Abu Bakar dan Umar. Aku masuk bersama Abu Bakar dan Umar. Aku pergi bersama Abu Bakar dan Umar." Kemudian aku memohon kepada Allah agar menghimpunkan engkau bersama dengan kedua sahabat engkau tersebut."
Umar pun menangis. Kemudian Umar berkata kepada orang-orang, "Wahai sahabat-sahabatku sekalian, kutitipkan kalian kepada Allah. Aku pesankan kalian untuk bertakwa kepada Allah. Jagalah sholat! Jagalah sholat!" Lalu Umar diambilkan susu. Ketika diminum, susu tersebut keluar lagi dari lambungnya.
Seorang pemuda maju menyampaikan bela sungkawanya. Pakaian pemuda ini menjuntai kelantai dan agak terseret. Ia mengucapkan salam kepada Umar dan mencium keningnya lalu berkata,
"Ku titipkan engkau kepada Allah, wahai Amirul Mukminin, Semoga Allah membuat duka cita dalam diri engkau menjadi baik."
"Keponakanku, angkatlah kainmu itu!" Umar meminta anak muda itu mengangkat dan memendekkan pakaiannya pada saat-saat seperti ini. "Angkatlah kainmu, sebab itu lebih bisa membuatmu bertakwa kepada Tuhan dan pakaian menjadi lebih bersih."
"Semoga Allah membalas Budi baikmu kepada Islam dan kaum Muslimin dengan sebaik-baiknya!" timpal si Pemuda.
"Justru, semoga Allah membalas hutang budiku kepada Islam dengan sebaik-baiknya." Jawab Umar. Kemudian Umar pun menghembuskan Nafas Terakhir.
Dalam kitab shahih-nya Imam Muslim meriwayatkan dari Amr Ibnul Ash, bahwa ketika ia sedang menghadapi sekarat di Mesir, dia memalingkan wajahnya ke dinding seraya menangis dalam waktu yang cukup lama.
Anaknya, Abdullah, yang hidup zuhud dan tekun beribadah, datang lalu bertanya, "Ayah, mengapa engkau menangis?" Dengan maksud berprasangka baik kepada Allah swt. dia melanjutkan, "Ayah, bukankah engkau telah menjadi sahabat Rasulullah saw? Bukankah beliau telah menunjuk mu menjadi panglima dalam perang Dzatus-Salaasil? Bukankah beliau pernah memujimu? Bukankah engkau telah menjadi sahabat Abu Bakar dan Umar? Bukankah egkau telah menaklukkan Mesir? Bukankah engkau telah berjihad? Bukankah...?"
Setelah Abdullah berbicara panjang demikian dan tangis Amr tidak berhenti, Amr berpaling ke arah orang-orang. Katanya, "Wahai manusia, kulalui hidupku dalam tiga fase. Aku akan menuturkannya kepada kalian. Mulanya pada masa jahiliyah ketika aku belum mengenal Islam. Orang yang paling ku benci adalah Rasulullah saw. Sekiranya aku meninggal pada saat itu. tentu Sekarang aku sudah berada di neraka.
Lalu aku masuk Islam. Aku pun berhijrah dari Mekah ke Madinah. Aku menghadap Rasulullah saw. yang sedang berada di masjid. Begitu melihatku, wajah beliau menjadi cerah. Beliau menyambut kedatanganku dan berkata, 'Selamat datang, Am'r!'
Aku kemudian menjadi sahabat beliau, berusaha sebaik mungkin menemani beliau. Demi Allah, aku tidak pernah memandang beliau lekat-lekat karena aku sangat malu kepada beliau. Demi Allah, kalau kalian meminta aku saat ini untuk menggambarkan beliau, niscaya aku tidak bisa. Aduhai, sekiranya aku meninggal pada saat-saat seperti itu.
Kemudian aku hidup lama sepeninggal beliau. Aku menjadi bulan-bulanan dunia. Demi Allah, sungguh aku tak tahu, apakah aku akan dibawa ke surga sehingga aku bahagia atau diseret ke neraka sehingga aku celaka. Akan tetapi, demi Allah, aku tidak menyiapkan suatu amal untuk menghadap Allah, kecuali kalimat syahadat: Laa Ilaaha Illallaah, Muhammad Rasulullah."
Beliau kemudian mengatupkan telapak tangannya. Anaknya, Abdullah, berkata, "Kami memandikannya kemudian Mencoba membuka telapak tangan itu, tapi dia tidak bisa dibuka dan tetap terkatup seperti semula. Kami pun mengafaninya dan memasukkannya ke dalam liang kubur sementara tangannya terkatup. Semoga Allah meridhoinya."
Sudah seharusnya kita belajar kepada para salafussaleh mengenai hakikat dan filosofi kematian dari mereka. Bagaimana mereka mempersiapkan diri menghadapi kematian.
Jadi, yang betul-betul disebut persiapan adalah persiapan menghadapi kematian. Dan yang betul-betul disebut tegas adalah menjaga waktu dan mempersiapkan diri dengan amal saleh guna menghadapi kematian.
Semoga kita semua bisa lebih menggunakan waktu yang singkat ini dengan sebaik-baiknya. Dan semoga kita semua bisa kembali kepada Nya dengan husnul Khotimah. Aamiin
Cerita dikutip dari buku "If We Die" karya Dr. Aidh Al Qarni
Semoga artikel yang kami buat bisa memberikan manfaat dan bisa dijadikan renungan dan motivasi untuk kita semua.
Comments
Post a Comment